Jumat, 07 Desember 2012

FOLKLOR JEPANG

Foklor Jepang telah dikumpulkan sejak 1910. Orang Jepang yang dianggap sebagai pelopor penelitian folklor secara ilmiah di Jepang adalah Yanagita Kunio (1875-1962). Buku pertamanya tentang folklor yaitu Tono Monogatari yang diterbitkan pada tahun 1910. Buku ini dikemudian hari menjadi karya kesusastraan dan folklor klasik.

Pada tahun 1930 folklor Jepang telah menjadi suatu disiplin tersendiri, dan telah mendapat pengakuan secara formal oleh masyarakatnya. Tahun 1930 dianggap sebagai titik pangkal berdirinya ilmu folklor di Jepang, karena pada tahun itu, telah timbul kegiatan-kegiatan untuk mengadakan penelitian folklor. Motivasi penelitian folklor Jepang oleh para ahli folklor Jepang dibawah pimpinan Yanagita yaitu untuk mencari unsur-unsur tradisi lisan untuk merumuskan watak nasional khas orang Jepang.

Folklor Jepang banyak dipengaruhi oleh agama Shinto dan Budha. Selain itu, hampir seluruh ceritanya berdasarkan atas kitab Kojiki, Nihon Shoki dan Fudoki. Selain itu folklor Jepang juga sering melibatkan karakter lucu, aneh, berbagai macam makhluk gaib, kami (dewa atau roh yang dihormati), yokai (raksasa/roh), yurei (hantu), dan hewan dengan kemampuan gaib serta benda-benda suci.


Jenis-jenis folklor Jepang:
  • Mite
Istilah bahasa Jepang untuk Mite adalah Shinwa yang berarti “Kisah mengenai para dewa”. Merupakan gabungan tema-tema pribumi yang berasal daratan Asia Timur dan dipengaruhi oleh ajaran Budhisme dan Taoisme. Mite Jepang yang dikisahkan dalam Kojiki dan Nihon Shoki dapat dibagi menjadi 3 siklus:
  1. Siklus Takamagahara (Dataran tinggi di surga), yang mengisahkan timbulnya para dewa sewaktu diciptakannya surga dan dunia (penguasa Takamagahara adalah dewi yang bernama Amaterasu Omikami).
  2. Siklus Izumo (sekarang merupakan prefektur Shimane), daerah dimana Dewa Susanoo No Mikoto turun dari Takamagahara (keturunannya bernama Okuninushi No Mikoto menguasai daerah ini dan menyerahkannya kepada dewi Amaterasu Omikami).
  3. Siklus Tsukushi (kini pulau Kyushu), daerah dimana Ninigi No Mikoto, cucu laki-laki Amaterasu Omikami turun dan menguasai wilayah Ashihara No Nakatsukuni (tanah Jepang, disebut juga Utsushi No Kuni atau “Tanah yang dihormati”)
  • Legenda
Oleh Yanagita Kunio disebut dengan istilah Densetzu. Legenda Jepang ditopang oleh kepercayaan rakyat yang masih dianut secara kuat. Isi cerita umumnya tentang kepercayaan, dan peristiwa tentang asal-usul tempat, bangunan, kuil, desa, pohon, batu, siluman, binatang gaib (tanuki, naga, kitsune), atau makhluk jadi-jadian (kappa, tengu, oni), mata air, gunung, atau bukit. Selain itu, isi cerita bisa berupa legenda sejarah, tokoh sejarah, asal-usul adat istiadat, dan hal-hal tabu.
  • Dongeng
Dongeng Jepang dianggap tidak benar-benar terjadi (fiktif) dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat, namun mengandung pesan-pesan yang merupakan nilai-nilai dari bangsa yang mendukungnya. Contoh dongeng Jepang: Momotaro, Kintaro, Urashima Taro, Isshun Boshi, dll.

Selain pembagian di atas, folklor Jepang juga sering dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
  • Mukashibanashi (kisah-kisah lalu/lama): Lokasi cerita dan tokoh-tokoh dalam cerita bersifat fiktif, sedangkan waktu kejadian adalah masa lampau yang tidak dijelaskan secara pasti. Ciri khas adalah kata "mukashi" yang digunakan untuk kalimat pembukanya. Momotaro, Kintaro, Urashima Taro, Patung Jizo Bertopi Bambu, dan Issun-Bōshi merupakan beberapa contoh folklor Jepang yang termasuk dalam mukashibanashi.
  • Namidabanashi (cerita sedih)
  • Obakebanashi (cerita hantu)
  • Ongaeshibanashi (kisah-kisah membalas kebaikan)
  • Waraibanashi (cerita lucu)
  • Yokubaribanashi (cerita tentang keserakahan), dll


Tidak ada komentar:

Posting Komentar